Kamis, 16 Agustus 2012

Peredaran Uang Palsu Bukan Marak, Tapi Lebih Canggih - Ekonomi

Anggota polisi menunjukkan barang bukti berupa uang palsu (upal) dan tersangka di Mapolrestabes Surabaya, Jatim, Jumat (27/7/2012). Unit pidana ekonomi (pidek) Satreskrim Polrestabes Surabaya berhasil mengamankan tiga orang tersangka dan barang bukti berupa upal kualitas 1:2 sejumlah Rp33 juta pecahan Rp100 ribu sebanyak 330 lembar ketika melakukan transaksi penukaran uang.


JAKARTA, Suarapos.blogspot.com l Ekonomi  - Bank Indonesia (BI) membantah bahwa peredaran uang palsu di Indonesia kini semakin marak. Namun BI mengakui  pembuat uang palsu dinilai lebih canggih dari sistem yang ada sehingga uang palsu masih bisa diedarkan secara leluasa.

Gubernur BI Darmin Nasution menjelaskan saat ini memang modus-modus peredaran uang palsu kian beragam. BI sendiri telah mengantisipasi untuk mencegah agar peredaran uang palsu tidak semakin meluas.

"Ini tidak bisa dibilang peredaran uang palsu makin marak, tapi ada metode pembuatan dan peredaran uang palsu lebih canggih. Kita akan antisipasi itu, namun jangan kemudian dianggap peredaran uang palsu sudah marak," kata Darmin saat ditemui di kantor Menteri Perekonomian Jakarta, Rabu (15/8/2012).

Hingga saat ini, BI mendapat jatah yaitu merancang desain uang, pemilihan bahan kertas untuk uang hingga fitur-fitur pengamanan dari uang logam maupun kertas yang akan dibuat.

Hal itu dilakukan karena sudah menjadi tanggung jawab BI sebagai pengambil kebijakan moneter agar uang yang beredar di masyarakat jangan mudah dipalsukan dan ditiru. "Tapi kita juga tidak bisa mengawasi orang per orang dan satu per satu kecuali kalau ada yang melaporkan," tambahnya.

Sebenarnya, Darmin pun juga sudah mengetahui bahwa masih ada masyarakat yang tertipu akibat peredaran uang palsu ini. Untuk menekan uang palsunya, BI akan berupaya menyosialisasikannya kepada masyarakat supaya jangan tertipu. Sekadar catatan, Bank Indonesia mencatat temuan uang palsu sebanyak 41.080 lembar dari Januari hingga Juni 2012. Masyarakat pun diminta mewaspadai beredarnya uang palsu tersebut.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas mengatakan, nominal uang rupiah yang paling banyak dipalsukan adalah pecahan Rp 100.000 sebanyak 21.497 lembar atau 52,33 persen. Sementara di urutan kedua adalah pecahan Rp 50.000 sebanyak 17.260 lembar atau 42,02 persen. "Dengan demikian, kedua pecahan tersebut menempati 94,35 persen dari total uang rupiah yang dipalsukan," kata Ronald.

Untuk mengurangi peredaran uang palsu tersebut, Ronald mengimbau masyarakat lebih teliti terhadap kualitas uang yang beredar. Dia mengingatkan untuk memperhatikan 3D, yakni diraba, dilihat, dan diterawang.

Dia berharap oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menghentikan kegiatan pemalsuan uang. Sebab selain merugikan masyarakat, hal itu juga merugikan diri mereka sendiri. "Bagi yang memalsukan, undang-undang tentang mata uang lebih tegas. Denda antara sepuluh hingga seratus miliar rupiah, dengan kurungan kurang lebih 10 tahun," ujarnya.

Sumber: kompas

Artikel Terbaru